Selasa, 19 April 2011

MENGEKSPLORASI PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SEKOLAH DASAR

Abstrak


Model strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam berkarya cipta puisi salah satu diantaranya strategi eksplorasi. Apakah puisi itu dan bagaimanakah strategi eksplorasi dalam pembelajaran apresiasi puisi di Sekolah Dasar ?.

Melelui bahasa dapat ditingkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi, sasaranya dipertegas dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia. “bahwa siswa harus mampu menuliskan pengalaman dalam bentuk puisi kemudian membacanya”.  Kenyataan  dilapangan pembelajaran apresiasi puisi kurang mendapat kepedulian yang sungguh-sungguh dari guru, siswa kurang mendapat arahan serta bimbingan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan mereka belum mempunyai cara yang tepat untuk membimbing siswa dalam berkarya cipta puisi yang syarat dengan muatan unsur puisi yang bermutu. Padahal cara yang tepat dalam pembimbingan tersebut sangat penting untuk dapat memunculkan gagasan tentang :
1)      Apa yang dipikirkan ;
2)      Apa yang diamati ;
3)      Apa yang diketahui ;
4)      Apa yang dirasakan;
5)      Apa yang dinginkan dan
6)      Apa yang ingin diungkapkan serta bagaimana cara mengungkapkannya.
Permasalahan di atas menuntut antisipasi serta penanganan solusi yang seksama, untuk itu kiranya akan merupakan terapi yang akurasinya bisa diharapkan. Berikut ini akan diulas mengenai puisi dan strategi eksplorasi.
Puisi merupakan hasil karya tulis yang memuat kata-kata yang bersajak, berirama, kadang-kadang kiasan (Icksan, 1992). Dengan demikian dalam pemahaman suatu puisi melibatkan aspek kognitif, emotif, evaluatif, etis, dan imajinatif. Menghadapi syaratnya kondisi puisi, siswa tidak akan begitu saja berkarya cipta puisi. Kondisi seperti ini memerlukan tantangan dari kedua belah pihak yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar harus berupaya mencari cara (strategi) yang tepat dan inovatif dalam memotivasi dan melatihkan siswa, agar mempermudah kelengkapan gagasan.
Suherman dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia (2007 : 97-100) menyatakan bahwa “puisi adalah jenis karangan yang dalam penyajiannya sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Adapun unsur-unsur puisi adalah sebagai berikut :
1.      Tema, yaitu sikap penyair terhadap persoalan yang akan diungkapkan oleh penyair. Tema ini tersirat dalam keseluruhan isi puisi.
2.      Rasa, yaitu sikap penyair terhadap pokok persoalan yang terkandung dalam unsur puisi.
3.      Nada, yaitu sikap syair terhadap pembacanya. Nada berkaitan erat dengan tema dan rasa.  Hal ini ditunjukan dengan adanya sikap merayu, mengadu, mengkritik, dan sebagainya.
4.      Amanat,   yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair dalam puisinya itu.
Jenis-jenis puisi berdasarkan bentuknya, antara lain :
1.      Puisi yang terkait oleh aturan-aturan bait dan baris antara lain adalah pantun, syair, dan soneta juga puisi yang berbentuk : distikon, terzina, kuatrain, kuint, sektet, septima dan oktaf.
2.      Puisi bebas adalah puisi yang tidak terkait oleh aturan-aturan bait, baris, maupun irama.
Jenis puisi berdasarkan zamannya, yaitu :
1.      Puisi lama adalah puisi yang merupakan peninggalan sastra melayu lama. Yang tergolong puisi lama antara lain : pantun, syair, mantra, talibun, dan karmina.
2.      Puisi baru lahir pada tahun dua puluhan. Menurut bentuknya puisi baru terdiri atas distichon (sajak dua seuntai), terzina (sajak tiga seuntai), quatrain (sajak empat seuntai), quint (sajak lima seuntai), sektet (sajak enam seuntai), septima (sajak tujuh seuntai), stanza (sajak delapan seuntai), dan soneta (sajak 14 seuntai).
Puisi modern mulai berkembang di Indonesia sejak jaman Jepang, atau zaman angkatan 45. Puisi medern tidak terikat dengan aturan-aturan rima, baris ataupun bait. Puisi modern adalah curahan jiwa yang lepas bebas tidak terkungkung oleh aturan apapun. Yang penting dalam puisi modern bukanlah bentuk melainkan ketajaman dan kepadatan isi yang dikandungnya.
Jenis-jenis puisi berdasarkan isinya, terdiri atas :
1.      Romansa, yaitu puisi yang berisi curahan cinta.
2.      Elegi, yaitu puisi berisikan cinta.
3.      Ode, yaitu puisi yang berisikan sanjungan pada tokoh (pahlawan).
4.      Himne, yaitu puisi yang berisikan doa dan pujian kepada tuhan.
5.      Eprigram, yaitu puisi berisikan slogan, semboyan, untuk membangkitkan perjuangan atau semangat hidup.
6.      Satire, yaitu puisi berisikan sindiran atau kritik.
7.      Balada, yaitu puisi yang berisikan kisah atau cerita.
Strategi eksplorasi akan merupakan salah satu cara alternatif untuk mengatasinya. Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman dan situasi baru (Depdikbud, 1991 : 254). Stategi eksplorasi yang dimaksud dalam penyusunan karya cipta puisi ini bertitik tolak dari teori Richard, bahwa untuk memenuhi unsur-unsur puisi terdiri dari lapisan makna yaitu : sense, subject matter, felling, tone, totalitas, makna, tema (Aminudin, 1991 : 150). Berdasarkan teori tersebut, maka untuk memproduksi suatu karya puisi dimulai dari penjelajahan lapisan makna, sense, subject matter, felling, tone, totalitas, makna.
Penerapan strategi eksplorasi dapat membantu siswa dalam mengembangkan gagasan untuk menciptakan suatu karya cipta puisi, sehingga siswa dapat membuat puisi yang bermutu. Implementasi strategi eksplorasi dalam pembuatan puisi memberikan pasilitas dan motivasi untuk melatih memunculkan gagasan, sehingga hasil karya puisi siswa sesuai dengan lapiasan makna sebagaimana puisi yang syarat dengan muatan nilai sastra. Strategi eksplorasi dapat meningkatkan aktifitas siswa  dalam pembelajaran apresiasi puisi produktif karena siswa menjadi “Enjoy” selama kegiatan membuat puisi.


Sumber       :
·         Suherman 2007. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Bandung; Epsilon Group.
·         Depdiknas 2006. Kurikulum Standar Isi Jakarta.
·         Ahmadi, Mukhsin 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi  Sastra.
·         Rusyana, Yus 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung; Gunung Larang.
Rusyana, Yus 1982. Penuntun Pengejaran Sastra di SD. Bandung; PT Pelita Masa.

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH DASAR MELALUI STATEGI EKSPLORASI

Abstrak


Model strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sastra di Sekolah Dasar salah satu diantaranya strategi eksplorasi. Apakah pembelajaran sastra itu dan bagaimanakah strategi eksplorasi dalam pembelajaran sastra di Sekolah Dasar ?.

Pengajaran sastra di sekolah dasar dilaksanakan melalui pengajaran bahasa Indonesia dan bahasa Sunda sesuai dengan apa yang diamanatkan kurukulum 2006 ataupun kurikulum sebelumnya. Untuk merealisasikan program pembelajaran sastra di sekolah dasar khususnya dalam mencapai kopentensi dan hasil belajar sarta tujuan pembelajaran yang diisyaratkan, siswa harus banyak mengenal dan memahami sendiri karya-karya sastra serta dapat menghayatinya sehingga mereka memperoleh pengalaman sastra. Yus Rusyana dkk (1970 : 6-7) menyatakan bahwa “anak-anak sekolah dasar harus berolah pengalaman sendiri dalam mendengarkan dan membaca hasil sastra. Melalui kegiatan menghayati dan menikmati sendiri hasil karya sastra itu maka kepekaan siswa akan pengalaman yang tersimpul dalam hasil sastra dan kepekaan terhadap ketepatan  ucapan dalam hasil sastra akan terlatih.
Pelaksanaan pengajaran sastra di sekolah dasar ada kecenderungan siswa kurang diberi porsi yang sewajarnya, kurang diberi kesempatan untuk merespon dan mengeksplorasi karya sastra yang dibacanya. Kegiatan siswa merespon dan mengeksplorasi untuk mengenal menghayati dan menilai karya sastra atau beroleh pengalaman dari karya sastra yang dibacanya masih kurang.
Dalam upaya mengatasi permasalahan pembelajaran sastra di Sekolah Dasar, faktor siswa turut menentukan keberhasilan pembelajaran sastra agar siswa beroleh pengalaman belajar siswa hal-hal yang perlu mendapat perhatian diantaranya yaitu :
1)      Sastra dalam pengajaran;
2)      Hakekat dan tujuan pengajaran sastra;
3)      Siswa yang mempelajari sastra dan
4)      Kompetensi dasar yang perlu dikebangkan.
Rahmanto (1989 : 16) mengemukakan bahwa pengajaran sastra dapat membantu siswa dalam pendidikan apabila cakupanya meliputi :
a)        Membantu ketermpilan berbahasa;
b)        Meningkatkan pengetahuan budaya;
c)        Pengembangan rasa dan cipta dan;
d)       Menunjang pembentukan watak.
Pengajaran sastra pada hakekatnya adalah pengajaran apresiasi sastra, yang bertujuan untuk memperoleh pengalaman sastra. Rizanur Gani (1988 : 37) menyatakan bahwa “tujuan pengajaran sastra adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra sehingga sasaran akhir dalam wujud pembinaan apresiasi sastra dapat tercapai”.
Selanjutnya Yus Rusyana menjelaskan untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama tujuan beroleh pengalaman harus diutamakan oleh karena itu pengajaran sastra khususnya di sekolah dasar bukan merupakan pengajaran yang mengarah kepada teori-teori sastra melainkan kepada kegiatan siswa untuk beoleh pengalaman sastra, berupa eksplorasi siswa melalui kegiatan mendengarkan kegiatan lisan sastra, membaca karya sastra, menonton pagelaran  karya sastra dan menulis sastra.
Pengajaran sastra di sekolah dasar, menekankan kepada upaya siswa lebih banyak menggauli karya-karya sastra baik melalui mendengarkan, membaca, menonton, atau menulis sastra, sehingga siswa secara langsung mengeksplorasi dan pada akhirnya mengenal, memahami, menghayati, menyenangi, serta memanfaatkan karya sastra dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran disekolah-sekolah termasuk di sekolah dasar yang cenderung bersifat teoritis harus mulai ditinggalkan dan diganti dengan kegiatan langsung mengapresiasi karya sastra, maupun berekspresi secara lisan dan tulisan. Guru harus menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa menikmati karya sastra dengan ukuran yang mencerminkan kemandirian yang dilatar belakangi oleh pengalaman dan pemaknaan bacaan yang baik sehingga kekuatan dalam proses penumbuhan sikap kritis dapat melahirkan pribadi yang memiliki energi dan kemauan yang mampu menciptakan sikap hidup yang lebih membahagiakan dirinya dari orang lain, salah satu solusi pemecahan di atas adalah strategi eksploraasi.
Yus Rusyana (1982 : 12) menjelaskan bahwa “pelaku utama dalam pengajaran sastra adalah siswa. Bidang pengajaran, tujuan pengajaran pokok bahasan dan kegiatan belajar mengajar dipilih untuk memenuhi kebutuhan murid baik kebutuhan jasmaninya, rohaniah dalam hubungan pribadi, masyarakat, negara dan ketuhanan”.
Dalam pengajaran sastra harus memperhitungkan faktor-faktor siswa diantaranya :
a)        Kemampuan pribadi siswa;
b)        Kematangan;
c)        Cara belajar siswa.
Kompetensi atau kempuan dasar siswa dalam belajar siswa harus berkembang secara maksimal dengan mengembangkan kompetensi-kompetensi dasar siswa dalam belajar sastra yang meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
a)        Kemampuan mengapresiasi sastra;
b)        Kemampuan berekspresi;
c)        Kemampuan menelaah hasil sastra.
Perkembangan kompetensi dasar siswa dalam belajar sastra dapat terwujud pabila guru mampu menyajikan kondisi-kondisi belajar siswa yang mengacu kepada kegiatan langsung siswa bergaul dengan karya-karya sastra. Salah satu alternatif strategi yang dipilih adalah strategi eksplorasi.
Strategi eksplorasi akan merupakan salah satu cara alternatif untuk mengatasinya. Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman dan situasi baru (Depdikbud, 1991 : 254). Stategi eksplorasi yang dimaksud dalam beroleh pengalaman sastra.
Penerapan strategi eksplorasi dapat membantu siswa dalam mengembangkan gagasan untuk beroleh pengalaman sastra, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung yang bermutu. Implementasi strategi eksplorasi dalam beroleh pengalaman sastra memberikan pasilitas dan motivasi untuk melatih memunculkan gagasan, sehingga hasil dari pengalaman sastra antara lain  kemampuan mengapresiasi hasil sastra, kemampuan siswa berekspresi sastra, dan kemampuan siswa dalam menelaah hasil sastra.

Sumber       :
·         Depdiknas Prop Jabar 2006. Kurikulum Bahasa dan Sastra sunda Bandung; Dinas Pendidikan Prop Jabar.
·         Ahmadi, Mukhsin 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi  Sastra.
·         Rusyana, Yus 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung; Gunung Larang.
·         Rusyana, Yus 1982. Penuntun Pengejaran Sastra di SD. Bandung; PT Pelita Masa.

Foto Kegiatan-kegiatan

































Rabu, 30 Maret 2011

IMPLEMENTASI PENERAPAN KETERAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Oleh : Nana Sumarna

Abstrak
Bertanya dan pertanyaan adalah hal yang niscaya dalam pengembangan ilmu dan pembelajaran, termasuk pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Tetapi realitas menunjukan perhatian dan kualitas kinerja guru SD terhadap pengimplementasian keterampilan bertanya secara profesional masih jauh dari optimal. Tulisan ini merupakan upaya untuk membantu guru SD bagaimana menerapkan keterampilan bertanya dalam pembelajaran IPA. Jenis keterampilan yang dikenal meliputi pertnyaan dalam proses pembelajaran dan pertanyaan yang biasa digunakan dalam evaluasi pembelajaran.

Bertanya dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu keterampilan operasional yang harus dimiliki pengajar, mengingat sebagian besar proses pembelajaran digunakan pengajar untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu pertanyaan, kesangsian dan kerag-raguan adalah sumber aktivitas mental (Nasution, 1986:162).
Ada beberapa alasan mengapa keterampilan bertanya sangat penting dikembangakan oleh setiap pengajar. Pertama, pengajar pada umumnya sering menggunakan metode ceramah dalam mengajar sehingga murid menjadi pasif, sebab pengajar mendominasi pembicaraan; Kedua, latar belakang budaya yang menbuat murid tidak terbiasa mengajukan pertanyaan, Ketiga, meningkatkan kemampuan murid dalam mengemukakan gagasan, Keempat, adanya anggapan bahwa bertanya haya untuk menguji kemampuan murid. (Bolla, 1985:3).
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat bertujuan antara lain untuk :
a)      Memberikan stimulus dan kesempatan pada muridnya berfikir dan belajar;
b)      Mencermati pembelajaran;
c)      Mengontrol perilaku dan memonitor aktivitas murid;
d)     Membatasi permasalahan yang diselidiki atau dipecahkan;
e)      Mempengaruhi langkah-langkah penyelidikan yang dilakukan;
f)       Membantu mengembangkan keterampilan proses IPA (Nasution, 1986:162)
Secara sederhana, dalam proses belajar mengajar pertanyaan memiliki beberapa fungsi yakni :
a)      Menimbulkan minat dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran;
b)     Mengevaluasi persiapan murid, mengecek pemahaman PR dan tugas lain;
c)      Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid;
d)     Merangkum apa yang telah diajarkan;
e)      Memacu diskusi;
f)      Mengarahkan murid untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam menggali permasalahan;
g)     Merangsang murid mencari bahan data dari yang telah dimiliki;
h)     Mengembangkan dan membangun konsep diri murid secara individu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengkontruksi dan mengimplementasikan pertanyaan yang efektif yaitu :
a)      Bentuk;
b)      Waktu;
c)      Isi.
Ketiga aspek tersebut  dikonstruksi dan berkompigurasi secara efektif dalam pembelajaran.
Bentuk dan waktu pertanyaan dalam implementasinya lebih dikenal dengan istilah teknik bertanya yang meliputi empat teknik yaitu :
a)      Teknik jeda;
b)      Teknik pengarahan ulang;
c)      Teknik membimbing dan
d)     Teknik pelacakan.
Klasifikasi pertanyaan atau kateori jenis pertanyaan berkaitan dengan kontruksi isi pertanyaan. Terdapat beberapa jenis pertanyaan yang telah populer digunakan salah satunya adalah jenis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom (cognitif domain) yaitu :
a)      Pertanyaan ingatan;
b)      Pemahaman;
c)      Aplikasi;
d)     Analisis;
e)      Sintesis dan
f)       Evaluasi.
Karakteristik, fungsi, tujuan dan jenis pertanyaan sebagai mana diungkapkan diatas memungkinkan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Hal ini akan sangat bermanfaat jika guru terdorong untuk mencoba memahami, mengadaptasi, dan mengembangkannya dalam pembelajaran IPA yang dikelolanya sesuai dengan kapasiatas masing-masing. Dalam pengembangan profesionalisme, guru bukanlah seorang teoritis melainkan harus berkemauan untuk aktif bertindak.tetapi tanpa petunjuk teori kognitif yang dikembangkan secara sistematik maka rancangan mengajar, pembelajaran dan kegiatan asesmen menjadi tidak sistematik dan tidak efektif dalam meningkatkan prestasi siswa.


Sumber       :
·         Achmad A. Hinduan, dkk (1991). Model-Model Pembelajaran dalam IPA. Hand out Penataran Dosen PGSD. Tidak dipublikasikan.
·         Bola J. I dan Pah. D.N. (1985). Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut. Jakarta CV. Fortuna.
Saeful Rahman, Asep (2005). Teknis Bertanya dan Pertanyaan Domian Kognitif. Bandung, Falah Production.