Rabu, 30 Maret 2011

IMPLEMENTASI PENERAPAN KETERAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Oleh : Nana Sumarna

Abstrak
Bertanya dan pertanyaan adalah hal yang niscaya dalam pengembangan ilmu dan pembelajaran, termasuk pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Tetapi realitas menunjukan perhatian dan kualitas kinerja guru SD terhadap pengimplementasian keterampilan bertanya secara profesional masih jauh dari optimal. Tulisan ini merupakan upaya untuk membantu guru SD bagaimana menerapkan keterampilan bertanya dalam pembelajaran IPA. Jenis keterampilan yang dikenal meliputi pertnyaan dalam proses pembelajaran dan pertanyaan yang biasa digunakan dalam evaluasi pembelajaran.

Bertanya dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu keterampilan operasional yang harus dimiliki pengajar, mengingat sebagian besar proses pembelajaran digunakan pengajar untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu pertanyaan, kesangsian dan kerag-raguan adalah sumber aktivitas mental (Nasution, 1986:162).
Ada beberapa alasan mengapa keterampilan bertanya sangat penting dikembangakan oleh setiap pengajar. Pertama, pengajar pada umumnya sering menggunakan metode ceramah dalam mengajar sehingga murid menjadi pasif, sebab pengajar mendominasi pembicaraan; Kedua, latar belakang budaya yang menbuat murid tidak terbiasa mengajukan pertanyaan, Ketiga, meningkatkan kemampuan murid dalam mengemukakan gagasan, Keempat, adanya anggapan bahwa bertanya haya untuk menguji kemampuan murid. (Bolla, 1985:3).
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat bertujuan antara lain untuk :
a)      Memberikan stimulus dan kesempatan pada muridnya berfikir dan belajar;
b)      Mencermati pembelajaran;
c)      Mengontrol perilaku dan memonitor aktivitas murid;
d)     Membatasi permasalahan yang diselidiki atau dipecahkan;
e)      Mempengaruhi langkah-langkah penyelidikan yang dilakukan;
f)       Membantu mengembangkan keterampilan proses IPA (Nasution, 1986:162)
Secara sederhana, dalam proses belajar mengajar pertanyaan memiliki beberapa fungsi yakni :
a)      Menimbulkan minat dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran;
b)     Mengevaluasi persiapan murid, mengecek pemahaman PR dan tugas lain;
c)      Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid;
d)     Merangkum apa yang telah diajarkan;
e)      Memacu diskusi;
f)      Mengarahkan murid untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam menggali permasalahan;
g)     Merangsang murid mencari bahan data dari yang telah dimiliki;
h)     Mengembangkan dan membangun konsep diri murid secara individu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengkontruksi dan mengimplementasikan pertanyaan yang efektif yaitu :
a)      Bentuk;
b)      Waktu;
c)      Isi.
Ketiga aspek tersebut  dikonstruksi dan berkompigurasi secara efektif dalam pembelajaran.
Bentuk dan waktu pertanyaan dalam implementasinya lebih dikenal dengan istilah teknik bertanya yang meliputi empat teknik yaitu :
a)      Teknik jeda;
b)      Teknik pengarahan ulang;
c)      Teknik membimbing dan
d)     Teknik pelacakan.
Klasifikasi pertanyaan atau kateori jenis pertanyaan berkaitan dengan kontruksi isi pertanyaan. Terdapat beberapa jenis pertanyaan yang telah populer digunakan salah satunya adalah jenis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom (cognitif domain) yaitu :
a)      Pertanyaan ingatan;
b)      Pemahaman;
c)      Aplikasi;
d)     Analisis;
e)      Sintesis dan
f)       Evaluasi.
Karakteristik, fungsi, tujuan dan jenis pertanyaan sebagai mana diungkapkan diatas memungkinkan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Hal ini akan sangat bermanfaat jika guru terdorong untuk mencoba memahami, mengadaptasi, dan mengembangkannya dalam pembelajaran IPA yang dikelolanya sesuai dengan kapasiatas masing-masing. Dalam pengembangan profesionalisme, guru bukanlah seorang teoritis melainkan harus berkemauan untuk aktif bertindak.tetapi tanpa petunjuk teori kognitif yang dikembangkan secara sistematik maka rancangan mengajar, pembelajaran dan kegiatan asesmen menjadi tidak sistematik dan tidak efektif dalam meningkatkan prestasi siswa.


Sumber       :
·         Achmad A. Hinduan, dkk (1991). Model-Model Pembelajaran dalam IPA. Hand out Penataran Dosen PGSD. Tidak dipublikasikan.
·         Bola J. I dan Pah. D.N. (1985). Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut. Jakarta CV. Fortuna.
Saeful Rahman, Asep (2005). Teknis Bertanya dan Pertanyaan Domian Kognitif. Bandung, Falah Production.

ASYIKNYA BELAJAR MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN ELEKTRONIK AUDIO VISUAL PADA PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Oleh Nana Sumarna

Abstrak
Dalam jangka waktu hampir dua dekade ke belakang, para ahli pendidikan telah meluncurkan beragam terobosan inovatif  pengembangan program-progaram kependidikan yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar di sekolah. Tidak hanya kurikulumnya saja yang terus menerus mengalami revisi, sumber daya pengajarnyapun tak henti di-up grade sebagai salah satu persyaratan peningkatan kualitas pendidikan. Tak ketinggalan untuk level  tingkat pendidikan dasar, dalam hal ini sekolah dasar, tempat dimana setiap anak memulai proses belajar formalnya. Namun demikian dalam hal pengambangan media belajar di sekolah dasar masih terbilang konservatif dan kurang berkembang sehingga pola pembelajaran terkesan monoton dan membosankan bagi para siswa. Media elektronik audio visual kiranya bisa dijadikan salah satu alternatif pilihan media belajar dengan hararapan mampu memperbaiki dan membantu peningkatan kualitas hasil belajar siswa di Sekolah Dasar untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Kata kunci : Media belajar, media elektronik audio visual.

Apa yang diamanatkan dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tertulis bahwa tujuan pendidikan di negara kita adalah dalam rangka mengembangkan potensi diri bagi setiap peserta didiknya maka septutnyalah jika semua yang berkecimpung didunia pendidikan baik yang berperan sebagai pendidik, guru, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur ataupun anggota masyarakat lain  yang menunjang  penyelenggaraan pendidikan berupaya untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut.
Berbagai upaya pengembangan dan inovasi serta renovasi dilaksanakan untuk memperbaiki program dan sistem pendidikan yang telah ada, sementara itu keberhasilan jug memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang mendukung seperti adanya murid sebagai input pendidikan, perubahan kurikulum, pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kependidikan, pengadaan berbagai buku paket dan sumber bacaan yang memadai, penyediaan media pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan perkembngan jaman, pengalokasian waktu belajar secara porposional, serta pemberiaan anggaran operasional pendidikan yang mencukupi (Suryadi dan Mulyana, 1993).
Pengimplementasian kurikulum terus mengalamii perubahan seiring tuntutan globalisasi di dunia pendidikan. Menurut Karmaga (2002) penggunaan media belajar yang berteknologi, bukan berarti mengganti media belajar yang sudah ada tetapi secara kesinambungan mengembangkan media belajar yang sudah ada ditunjang dengan media elektronik dan audio visual untuk memperkuat media belajar konvensional.
Penggunaan media belajar audio visual ini dilatar belakangi oleh kemampuan daya serap siswa yang sangat tergantung pada media belajar yang digunakan guru ketika menyampaikan materi pelajaran seperti teori belajar yang diungkapkan olah Edgar Dale dalam Ali, 1984 bahwa nilai media dalam pengajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman. Semakin konkrit pengalaman belajar yang dialami  oleh siswa semakin tinggi pula nilai pengalaman belajar yang ia peroleh sehingga semakin besar daya serap yang dimiliki.
Berdasarkan paparan di atas maka, agar siswa tidak bosan dan monoton dalam belajar IPS salah satu alternatif pemecahan masalah dengan digunakannya media pembelajaran elektronik audio visual. Media belajar merupakan bagian integral dan tak bisa dipisahkan dari sebuah sistem pengajaran. Media belajar yang digunakan cukup beragam macamnya dan masing-masing memiliki manfaat diri sendiri disesuaikan dengan materi ajar.
Penggunaan media audio visual dalam proses pembelajaran memberikan dua manfaat yaitu bagi pengajaran dan pembelajaran yaitu berfungsi sebagai alat bantu pengajaran yang membantu guru dalam penyelenggaraan pembelajaran yang lebih efisien, sehingga pengelolaan pembelajaran akan berjalan lebih efektif. Fungsi lain yaitu untuk mengambil alih ceramah guru ketika menjelaskan suatu materi ajar dalam pengelolaan KBM.
Peranan penggunaan audio visual yang kedua yaitu dalam pembelajaran. Media ini dapat melatih siswa belajar secara efisien karena audio visual bisa merangsang daya fikir siswa dan mengstimulus siswa untuk berfikir kritis.
Media audio visual memberikan sejumlah manfaat bagi proses belajar mengajar. Manakala media ini digunakan dengan tepat guna, media ini mampu menarik perhatian, menantang untuk dilihat, dan memberikan stimulus kerja pada otak. Informasi verbal hanya berfungsi sebagai suplemen namun media ini sekaligus dapat mengurangi informasi verbal yang dibutuhkan, hanya saja penggunaanya harus tepat disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar.
Beberapa media belajar audio visual yang dapat digunakan dalam program pembelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut :
1.      Rekaman, Pita Filem dan Filem
Perpaduan antara rekaman dan pita filem adalah alternatif media belajar yamg lebih baik dari pada hanya gambarnya saja karena memiliki dimensi auditor tambahan terhadap hasil pengamatan siswa. Namun sebuah filem akan lebih baik lagi  karena filem melibatkan gambar bergerak sehingga akan melibatkan banyak sensor dalam diri siswa.

2.      Video
Penggunaan vidio sama baiknya dengan penggunaan filem sebagai media belajar. Hanya saja, video memiliki satu kelebihan dimana video dapat dibuat sendiri oleh siswa dan gurunya.

3.      Televisi
Televisi dapat dijadikan sumber informasi pada mata pelajaran IPS. Bayak acara televisi menayangkan program-program kebudayaan, sejarah, geografi dan habitat mahluk hidup dari berbagai negara. Menonton rekaman  tayangan televisi dikelas bisa memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama menonton kejadian untuk didiskusikan.

4.      Komputer
Media ini memiliki prospek arah pengembangan yang lebih luas secara bertahap komputer dapat dikembangkan untuk meliputi media belajar yang sudah ada dengan mengaplikasikan berbagai macam sofware dan program aplikasi serta menambahkan beberapa hardware sesuai kebutuhan, sehingga guru tinggal meningkatkan keterampilan dan kecakapannya dalam menggunakan teknologi canggih ini,

5.      Internet
Internet merupakan jaringan global yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk didalamnya jaringan lokal. Situs dalm internet dapat digunakan sebagai media belajar, sumber informasi dalam pembelajaran IPS yang sangat bermanfaat bagi guru dan siswa.

Media elektronik audio visual mampu memberikan manfaat lebih untuk meningkatkan daya serap dan hasil belajar siswa, terutama dalam pembelajaran IPS, karena media audio visual memiliki dua dimensi sensorik yang berintegrasi dalam waktu yang bersamaan untuk dapat memperluas berbagai pengalaman siswa ketika dihadapkan pada suatu rangsangan.
Bagaimanapun juga , media belajar apapun yang dipilih oleh guru, belum tentu mencakup semua tujuan pembelajaran yang seharusnya dicapai jika dalam pemilihan media belajar tidak disesuaikan dengan kebutuhan. Karenanya sebelum guru memutuskan penggunaan media belajar alangkah baiknya mengkaji kembali tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai.


Sumber :
·         Ali, Mohamad 1984 Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung; CV Sinar Baru
·         Kamarga, Hanny 2002. Belajar Sejarah melalui e-Learning. Jakarta; Inti Media
·         Depdiknas 2006. Kurikulum 2006. Jakarta; Dirjen Dikdasmen.
·         Depdiknas 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta; Dirjen Dikdasmen.

PENGGUNAAN MODEL PERMAINAN MAGNET UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET PADA PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SD

Oleh : Nana Sumarna
nanasumarna705@gmail.com


ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini dilatar belakangi kurang optimalnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran IPA dengan pola KBM yang masih bersifat konvensional dan belum memenuhi harapan serta amanat kurikulum 2006, sehingga anak merasa jenuh dan bosan dalam mempelajari IPA.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana menggunakan model permainan magnet dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 1 Cibeber Kecamatan Manonjaya”.
Tujuan pada penelitian ini adalah “Ingin memperoleh data bagaimana penggunaan model permainan magnet untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 1 Cibeber Kecamatan Manonjaya”.
Landasan teoretik pada penelitian ini adalah :“1) ciri pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, 2) pembelajaran IPA di sekolah dasar, 3) perkembangan intelektual anak pada usia sekolah dasar, 4) alat peraga dalam pembelajaran IPA, dan 5) hasil studi penelitian sebelumnya”.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas dengan model Kemmis & Taggart, yang terdiri dari tiga siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan kegiatan, yaitu : 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, observasi dan interpretasi, 3) analisis dan refleksi, dan 4) tindak lanjut / rekomendasi.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes awal, lembar observasi untuk mengamati : 1) hasil rancangan silabus pembelajaran, 2) kemampuan guru mengelola KBM menggunakan model permanan magnet, dan 3) keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah siswa, serta tes akhir untuk mengukur keberhasilan pembelajaran menggunakan model permainan magnet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model permainan magnet secara nyata dapat meningkatkan penguasaan siswa dalam konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA di kelas V SDN 1.
Berdasarkan hasil yang dicapai, hendaknya disusun model yang lain sejenis model permainan magnet untuk diterapkan pada materi pokok yang sesuai dengan model tersebut dalam mengatasi masalah pembelajaran IPA di kelas, terutama dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemberian pengalaman belajar tidak akan efektif apabila konsep-konsep IPA dan penerapannya sebagaimana diamanatkan kurikulum hanya diinformasikan melalui dongeng atau bercerita karena karakteristik IPA, bukanlah materi sejarah atau apresiasi sastra. Penerapan konsep IPA harus diupayakan melalui pembuktian ilmiah, untuk menghindari dari pemahaman yang verbalisme. Sejalan dengan pendapat Piaget dalam Uman Suherman (2008 : 80) bahwa usia anak Sekolah Dasar (kelas V) berada pada periode operasional konkret (7 – 12 tahun). Salah satu ciri berpikir siswa pada usia 7 – 12 tahun (tahap operasional konkret) yaitu siswa sudah dapat belajar berpikir logis dengan bantuan alat peraga / media pengajaran. Dengan dasar itulah dalam pembelajaran IPA di SD diarahkan pada cara berpikir logis dengan bantuan media peraga.
Penggunaan media pengajaran dapat meningkatkan kualitas proses belajar siswa sehingga dapat mengoptimalkan penguasaan konsep. Adapun alasannya : Pertama, manfaat  media  pengajaran  dalam proses belajar siswa antara lain : a) menumbuhkan motivasi, b) memperjelas makna materi pelajaran c) meminimalkan verbalisme dan d) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, mengamati, melakukan, mendemonstrasikan. Hal ini sejalan dengan harapan kurikulum 2004 yaitu ”cara mencari tahu dan berbuat”. Kedua, siswa SD menurut teori psikologi perkembangan masih berada pada fase operasional konkret, sehingga dalam memberikan pengalaman belajar, akan memperoleh penguasaan konsep yang tinggi apabila pembelajaran diawali dari pengalaman belajar secara konkret dan sederhana, berangsur-angsur ke pengalaman belajar yang abstrak dan kompleks (Nana Sudjana : 1991 : 2 - 3).
Isaac Asimov dalam Trish Kuffer (2004 : 176) menyatakan bahwa “IPA dapat diperkenalkan dengan baik atau dengan buruk”. Hal ini memberi isyarat apabila dalam memberikan pengalaman belajar IPA kepada siswa dengan permulaan kesan yang baik maka siswa akan mempunyai kesan yang baik pula. Sebaliknya apabila pembelajaran IPA diperkenalkan dengan kesan buruk dapat bersikap anti pati terhadap IPA. Lebih jauh siswa tersebut akan menganggap bahwa pembelajaran IPA adalah mata pelajaran yang membosankan.
Berdasarkan analisa penulis, permasalahan yang sering muncul di lapangan salah satunya diakibatkan kurang dioptimalkannya penggunaan alat peraga oleh para guru, sehingga siswa dalam proses pembelajaran sering terlihat kurang bergairah, pembelajaran membosankan dan jenuh, aktivitas siswa pasif, konsep yang dikuasai hanya konsep yang bersifat pemahaman dan pengetahuan, itupun kurang bertahan lama. Hal ini bertentangan dengan teori Kerucut pengalaman Dale dalam Azhar Arsyad (2002 : 9) yang menyatakan bahwa pengalaman belajar akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna apabila melibatkan sebagian besar indera. Dalam hal ini guru harus berupaya bagaimana memberikan pengalaman belajar yang baik kepada siswa ? Media / alat pengajaran yang bagaimana yang dapat memberikan kesan baik bagi siswa ? serta bagaimana teknik penggunaan media peraga agar mampu membangkitkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat penulis tempuh adalah : dalam memberikan pengalaman belajar menggunakan media peraga yang dirancang dengan teknik permainan, sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan penguasaan konsep.
Adapun konsep yang ingin penulis kembangkan dalam penelitian ini yaitu Perluasan dan Aplikasi Konsep Gaya Magnet di Kelas V Semester II, maka untuk itu penulis tertarik mengambil judul ”Penggunaan Model Permainan Magnet untuk Meningkatkan Penguasaan Siswa dalam Konsep Gaya Magnet pada Pembelajaran IPA di Kelas V SDN I Cibeber Kecamatan Manonjaya”.

Perumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah penggunaan model permainan magnet pada perencanaan, pelaksanaan, dan hasil belajar dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet dalam pembelajaran IPA di kelas V SDN I Cibeber Kecamatan Manonjaya ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai pada penelitian ini adalah untuk  meningkatkan penguasaan siswa dalam konsep gaya magnet dengan menggunakan model permainan magnet dalam perencana dan pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas V SDN I Cibeber Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.
Kegiatan Penelitian Tindakan kelas ini akan memberi manfaat antara lain Memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi masalah pada pembelajaran IPA, terutama untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet dengan mengoptimalkan model permainan magnet ; Lebih bersifat terbuka dalam menerima kritik untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola perencanaan dan pelaksanaan proses belajar mengajar secara profesional; Memberikan wawasan dan pengalaman kepada guru dalam merencanakan dan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.

KAJIAN TEORETIK
Alat Peraga dalam Pembelajaran       
Implementasi Penggunaan Model Permainan Magnet dalam Proses Pembelajaran IPA
Model permainan magnet adalah pola permainan yang disajikan dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan berbagai bentuk magnet. Pola permainan ini menggunakan berbagai bentuk magnet yang dijadikan mainan pancingan magnet dan lori magnet. Amanat kurikulum 2006 harus diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran dengan penekanan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung dan kegiatan praktis.
Kurikulum 2006, mengamanatkan bahwa pemberian pengalaman belajar secara langsung dan praktis ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses serta sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah.  Keterampilan  proses yang digunakan dalam IPA, antara lain : mengamati, menggolongkan, mengukur, menggunakan alat, mengkomunikasikan, menafsirkan informasi, mengajukan pertanyaan dan memprediksi.
Permainan pancingan magnet digunakan untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung dan praktis melalui kegiatan eksplorasi yang berkaitan dengan materi : 1) benda magnetis dan benda non magnetis, 2) bentuk-bentuk magnet, dan 3) menunjukkan kekuatan magnet dalam menembus beberapa benda.
Sedangkan lori magnet digunakan untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung dan praktis melalui kegiatan eksplorasi yang berkaitan dengan konsep sifat-sifat magnet senama dan tidak senama.
Penggunaan model permainan magnet dipilih untuk membantu meningkatkan tingkat penguasaan konsep siswa terhadap konsep gaya magnet.

Indikator Kinerja
Standar keberhasilan tindakan perbaikan yang dilaksanakan guru  (peneliti utama) untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa melalui optimalisasi penggunaan model permainan magnet adalah sebagai berikut :
Bagi guru : Guru berkemampuan baik apabila sekurang-kurangnya 75% menunjukkan penguasaan indiator yang telah ditetapkan untuk setiap aspek performance guru dalam PTK (membuat silabus pembelajaran IPA, mengoperasionalkan model / teknik permainan magnet dalam proses pembelajaran, mengimplementasikan teknik mengubah konsep siswa). (Dikmenum, 2004 : 4), Bagi siswa : Penguasaan konsep siswa meningkat apabila
a)                  75% siswa dapat melakukan perubahan pemahaman konsep
b)                  75% siswa dapat melakukan perubahan konsep aplikasi
(Dikmenum, 2004 : 4).

ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN
Langkah awal pada kegiatan orientasi dan identifikasi masalah adalah pengkajian kurikulum SD tahun 2006 mata pelajaran IPA kelas V semester dua dengan materi pokok ”Gaya Magnet”. Dari hasil analisis terhadap standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, materi pokok, buku sumber dan sarana prasarana, diketahui bahwa salah satu media pembelajaran / alat peraga yang diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi pokok gaya magnet adalah model permainan magnet.
Bertitik tolak dari latar belakang, orientasi, renungan awal peneliti serta rumusan masalah dan tujuan yang telah dirinci, maka yang menjadi permasalahan utama dapat diidentifikasi sebagai berikut : ”Perlunya dirancang suatu model permainan sebagai media peraga dalam pembelajaran IPA yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2006, untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet di kelas V SDN 1 Cibeber Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya”.
Pelaksanaan Program Pengajaran IPA
Program pengajaran IPA di kelas V, telah dilaksanakan sesuai dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pendidikan) tahun 1994. Pada tahun ajaran 2006 – 2007 secara serempak untuk kelas II dan kelas V se-Kabupaten Tasikmalaya menggunakan kurikulum 2006 Standar Kompetensi termasuk didalamnya mata pelajaran IPA.
Terdorong oleh rasa ingin tahu dan ikut mensukseskan program pemerintah, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas berorientasi pada kurikulum 2006 dengan materi pokok gaya magnet di kelas V, semester dua.
Hasil ulangan umum mata pelajaran IPA pada semester satu hanya mencapai rata-rata 4,96, mayoritas siswa berlatar belakang dari keluarga dengan tingkat kemampuan ekonomi kurang, sehingga perhatian terhadap fasilitas pendidikan relatif kurang.
Pelaksanaan program pengajaran IPA di SDN 1 Cibeber kurang ditunjang oleh sarana / prasarana. Alat peraga / Kit IPA sudah kurang layak pakai, guru berupaya memanfaatkan lingkungan seoptimal mungkin. Dalam hal ini peneliti merancang model permainan magnet untuk meningkatkan tingkat penguasaan konsep gaya magnet.
Peneliti menyadari pentingnya media pembelajaran dan alat peraga pada setiap kegiatan pembelajaran, termasuk salah satu alat peraga IPA yaitu model permainan magnet untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet. Namun keterbatasan kesempatan dan kemampuan guru untuk mengimplementasikan alat-alat yang dijadikan media pembelajaran dalam proses pembelajaran menjadi hambatan serius, karena keterbatasan alat tersebut.
Peneliti selalu berupaya untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan media / alat yang sesuai materi pokok agar siswa tidak merasa jenuh. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan peneliti mitra selaku observer untuk merencanakan kegiatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model permainan magnet untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet.
Penggunaan model permainan magnet yang dilaksanakan pada penelitian ini merupakan salah satu jawaban terhadap apa yang menjadi permasalahan seperti yang telah diungkap pada BAB I.
Untuk memperlancar pelaksanaan penelitian, peneliti dengan detail merinci model dan metode yang dipilih, pengertian, tujuan, manfaat, prosedur PTK dari sejak perencanaan sampai pelaksanaan seperti yang telah diungkap pada BAB II, disosialisasikan pula pada peneliti mitra.

       Dengan memperhatikan tabel 4.17 dan diagram 4.1, kemampuan guru dalam mengelola KBM dan mengoperasionalkan model permainan magnet dari tindakan pembelajaran siklus ke I, siklus ke II dan siklus ke III secara umum telah berhasil dengan optimal, dengan hasil prosentase setiap siklus adalah siklus ke I mencapai rata-rata 72,9% dengan kualitas ”Cukup”, siklus ke II mencapai rata-rata 88,57% dengan kualitas ”Baik”, dan pada siklus ke III mencapai rata-rata 97,14% dengan kualitas ”Sangat Baik”.
Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah siswa secara umum telah berhasil ditingkatkan dan hasilnya baik, hal ini ditandai dengan peningkatan keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah pada setiap siklus seperti yang terlihat pada tabel 4.17 dan diagram 4.1.
Penguasaan konsep siswa terhadap materi pokok gaya magnet dapat ditingkatkan dan hasil prosentase rata-rata konsep ilmiah siswa pada siklus ke I mencapai 60,4%, sedangkan prosentase rata-rata miskonsepsi mencapai 39,6%, pada siklus II prosentase rata-rata konsep ilmiah siswa mencapai 78% dengan kualitas ”Baik”, sedangkan prosentase rata-rata miskonsepsi siswa mencapai 22%, pada siklus ke III prosentase rata-rata konsep ilmiah siswa mencapai 85,5% dngan kualitas ”Baik” sedankan prosentase rata-rata miskonsepsi 14,5%.
Dengan memperhatikan hasil analisis data setelah siklus ke III, kemampuan guru telah melebihi standar penguasaan indikator yang telah ditetapkan untuk setiap aspek yaitu minimal 75%. (Dikmenum, 2004 : 4). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ”Penggunaan Model Permainan Magnet telah dapat Meningkatkan Penguasaan Konsep Gaya Magnet di Kelas V SDN 1 Cibeber Kecamatan Manonjaya”. Oleh karena itu, model permainan magnet dapat direkomendasikan untuk digunakan pada proses pembelajaran di Sekolah Dasar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di kelas V SDN 1 Cibeber Kecamatan Manonjaya, dari data yang telah dianalisis hasilnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a)        Kemampuan guru dalam merancang silabus pembelajaran IPA berorientasi penggunaan model permainan magnet dengan materi pokok gaya magnet dapat ditingkatkan dengan optimal, dengan memperhatikan amanat kurikulum 2006.
b)        Kemampuan guru dalam mengoperasionalkan model permainan magnet dalam proses pembelajaran IPA dengan difasilitasi keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah membantu siswa dalam kegiatan eksplorasi untuk memperoleh konsep dengan cara mencari tahu dan berbuat sesuai amanat kurikulum 2006, dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa tentang materi pokok gaya magnet.
c)        Penggunaan model permainan magnet dalam pelaksanaan pembelajaran IPA memberi pengalaman belajar secara langsung dan praktis sesuai dengan harapan kurikulum 2006, sehingga secara nyata mampu mengubah dan meningkatkan penguasaan konsep siswa dengan prosentase rata-rata mencapai 85,5%.
d)       Persepsi siswa terhadap penggunaan model permainan magnet adalah siswa dapat merasakan manfaat, merasakan bahwa belajar IPA ternyata menyenangkan dan tidak membosankan.

Saran
Berdasarkan simpulan di atas, untuk memperoleh manfaat penelitian dalam rangka perbaikan proses pembelajaran dan peningkatan tingkat penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
a)        Hendaknya disusun model yang lain sejenis model permainan magnet untuk diterapkan pada materi pokok yang lain dalam mengatasi masalah pembelajaran IPA di kelas.
b)        Hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model permainan magnet atau model inovatif lainnya semestinya disosialisasikan kepada guru-guru SD, sebagai salah satu upaya membantu terlaksananya peningkatan kualitas proses pembelajaran secara berkelanjutan, meningkatkan efisiensi pengelolaan pendidikan dan pengembangan profesionalisme para guru.
c)        Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan pada kegiatan KKG sebagai bahan perbandingan untuk mengatasi salah satu masalah yaitu tentang bagaimana mengoptimalkan penggunaan model permainan magnet dalam pembelajaran IPA di kelas V, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi pokok gaya magnet.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. Azhar (2002). Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta.
Depdiknas (2003). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Depdiknas (2003). Contoh Silabus Berdiversifikasi dan Penilaian Berbasis Kelas. Mata Pelajaran IPA Layanan Khusus dan Bertaraf Internasional.
Depdiknas (2004). Pelayanan Profesional Kurikulum 2006 Penilaian Kelas. Jakarta.
Dikmenum (2004). Rambu-Rambu Penetapan Standar Ketuntasan Belajar Minimum. Disdik Propinsi Jawa Barat.
Disdik UPTD Balai Pelatihan Guru (2005). Taksonomi untukBelajar, Mengajar, Penilaian dan analisis Hasil Belajar. (Taksonomi Bloom Hasil Revisi tahun 1999). Pemerintah Propinsi Jawa Barat.
Hingham Jane. (2004). Percobaan-Percobaan IPA (Fisika, Kimia, Biologi). PT. Intan Sejati Usborne Publishing Ltd. : Pakar Raya.
Iskandar M, Srini (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Depdikbud BPPGSD.
Kelompok Kerja Pengawas TK / SD. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya.
Mulyana, E.H. et.al. (2003). Laporan Hasil Penelitian Optimalisasi Efektifitas Pembelajaran IPA Melalui Penggunaan Model EKPA Berbasis Alat IPA Sederhana di SD, PGSD, FIP. : UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Puskur, Balitbang Depdiknas. (2003). Pelayanan Profesional Kurikulum 2006 Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta.
Rachman B. (2004). Mencari Alat Bantu yang Efektif dan Efisien untuk Memenuhi Standar Kompetensi. Jurnal Pendidikan Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Rahadi Aristo. (2003). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo : Bandung.
Roehjadi, Hasan. (2002). Evaluasi Pendidikan, Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Depdiknas : Bandung.
Somantri, Tahyan. (2005). Model-Model Pembelajaran Dipilih dan Disesuaikan dengan Karakteristik Kompetensi Dasar / Materi Pokok. Disdik UPTD Balai Pelatihan Guru : Bandung.
Suherman, Uman. (2000). Memahami Karakteristik Individu. Bandung : Publikasi Jurusan Psikologi dan Bimbingan FIP UPI.
Syaodih, Nana S. (2004). Iplementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Jenjang Sekolah Dasar. Makalah pada Seminar Pendikan Badan Eksekutif Mahasiswa : UPI Tasikmalaya.
Tim Dosen IPA PGSD UPP3. (tt). Metodologi Pendidikan IPA. Jurnal Pendidikan Dasar Proses Pembelajaran.
Tim Dosen IPA (PGSD UPP3 FIP). (2002). Teori Pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar : UPI Tasikmalaya.
Suhardjono, (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta.
Supardi, (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta.